Bertransformasi dengan Kemampuan SDM dan Pemanfaatan TI (Bagian I)
Menjadi perusahaan kelas dunia?. Itulah cita-cita yang hampir selalu tercantum dalam visi dan misi perusahaan besar. Keinginan melangkah dari kondisi saat ini menjadi perusahaan yang unggul dan memiliki daya saing tinggi biasanya becermin pada perusahaan sejenis di seberang benua. Namun, jelas itu bukan perkara mudah untuk digapai. Perusahaan harus sanggup bertransformasi menjadi perusahaan seperti itu (unggul dan berdaya saing tinggi).
Pertanyaannya, bagaimana perusahaan terkemuka menerapkan program transformasi dalam dirinya? Cara apa yang terbukti berhasil? Perlukah melakukan restrukturisasi? Restrukturisasi macam apa, mengaitkan proses bisnis dari hulu ke hilir, dari pemesanan sampai pembayaran, agar mendapat basis informasi yang terintegrasi? Lantas, apa perlu berinvestasi untuk infrastruktur dan pengembangan teknologi terkini? Beberapa dekade belakangan ini, sejumlah perusahaan kelas dunia telah mengeluarkan biaya miliaran dolar untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Menurut William F. Joyce, yang mengulas restrukturisasi dalam bukunya MegaChange, statistik menunjukkan bahwa 85% dari perusahaan yang melakukan restrukturisasi tahun 1990-95 mengalami kegagalan. Lebih dari 50% di antaranya tidak mencapai sasaran, bahkan 44% di antaranya mengalami kesulitan yang lebih parah dari sebelumnya. Sementara itu, sebanyak 68% terpaksa melaksanakan restrukturisasi ulang dalam waktu kurang dari setahun. Konsep evolusi, perubahan dan transformasi, semakin kuat terjalin di hampir setiap budaya perusahaan sebagai respons terhadap persaingan bisnis. Perusahaan yang ingin tergolong berkinerja tinggi harus sanggup menyeimbangkan tantangan bisnis hari ini dengan kebutuhan dan peluang usaha di masa depan. Kelompok inilah yang akan secara konsisten mengungguli para pesaingnya, baik dalam upaya mengatasi tantangan industri maupun perubahan kepemimpinan. Menjadi entitas bisnis berkinerja tinggi membutuhkan kerangka baru pemahaman yang menyeluruh, yang merangkaikan berbagai kemampuan dan berorientasi pada solusi praktis. Dalam konteks ini, hasil studi menunjukkan, perusahaan maju umumnya berevolusi dari birokrasi yang mengedepankan human relations ke tahap organisasi kompleks dengan menerapkan manajemen partisipatif menuju ke organisasi yang adaptif. Perusahaan terkemuka juga sangat memperhatikan aspek pengelolaan perubahan, memotivasi SDM dan melakukan aliansi.
Sejumlah perusahaan besar terbukti memiliki orang-orang yang tepat, tim yang tepat, pimpinan yang berkomitmen kuat, serta standar kualitas dan disiplin kerja yang tinggi. Perusahaan yang berhasil tersebut memiliki sasaran dan prioritas yang jelas, kegiatan operasional yang berdisiplin tinggi, kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan, serta orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat dan menerapkan budaya perusahaan.
Sangat tidak mungkin perusahaan bisa mencapai sukses dan menjadi pelaku industri andal jika tidak memiliki pemimpin yang mampu menggerakkan orang-orang yang tepat, guna melaksanakan hal-hal tepat dengan standar dan disiplin kerjanya. Mereka adalah pemimpin yang mendorong langkah-langkah besar untuk menciptakan tim kerja yang kuat, merencanakan dan menjalankan rencana strategis, serta menerapkan proses pengambilan keputusan yang jelas. Mereka yang sanggup mendorong SDM-nya agar termotivasi membangun dan memperkuat diri dalam menerapkan kemampuan praktis yang berorientasi pada solusi. Mereka sangat memahami bagaimana membangun iklim kerja yang bukan sekadar memberi jawaban atas permasalahan, tetapi juga melontarkan pertanyaan untuk membuka kesempatan dialog dengan memanfaatkan informasi.
Sejalan dengan itu, baik pimpinan perusahaan maupun pemegang posisi kunci sangat membutuhkan informasi sebagai dasar untuk mengambil keputusan penting dalam menjalankan usahanya. Di sini, membangun infrastruktur teknologi informasi (TI), melaksanakan integrasi -- bukan sekadar mengumpulkan data dan menghubungkan sejumlah aplikasi -- menerapkan standar kerja dan mendistribusikan sebagian tugas ke berbagai lokasi, serta memberi peluang untuk inovasi teknologi, merupakan kombinasi penting yang dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
Sekarang, kita lihat salah satu contoh di negeri jiran, Malaysia. Petronas menjalankan program transformasi dengan sungguh-sungguh -- bukannya sambil lalu -- karena merasa ada tuntutan untuk itu. Di perusahaan ini, proses penanganan perubahan dijalankan tidak sebagai kerja sampingan yang dilakukan paruh waktu, tetapi berupa penugasan khusus dengan pembentukan tim khusus. Orang-orang yang akan terkena dampak perubahan tidak diharapkan dapat mengubah diri sendiri tapi merupakan hasil dari bimbingan. Adapun proses perubahan dikelola di tingkat enterprise, yakni penanganan menyeluruh di tingkat perusahaan. Pengawasan dan pengendalian proses perubahan bukan diserahkan ke tingkat operasional, di masing-masing departemen ataupun tingkat divisi. Dengan gaya kepemimpinan yang berani menerapkan perubahan dan siap menghadapi setiap penolakan, Petronas membangun landasan yang kuat untuk ?memaksa? orang menerima perubahan.
Lalu, apa yang bisa dipetik dari penerapan transformasi di negara tetangga tersebut? Intinya, perusahaan yang melaksanakan transformasi tidak hanya bisa bergantung pada manajemen, tapi juga mengandalkan kemampuan seluruh SDM serta memiliki dukungan TI yang sepadan. Dalam tulisan lanjutan, akan kita pahami bahwa banyak faktor yang mendukung keberhasilan transformasi di dalam perusahaan.
No comments:
Post a Comment